Kabupaten Manggarai Barat adalah suatu kabupaten di provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia. Kabupaten Mangarai Barat merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Manggarai berdasarkan Undang Undang No. 8 Tahun 2003. Wilayahnya meliputi daratan Pulau Flores bagian Barat dan beberapa pulau kecil di sekitarnya, diantaranya adalah Pulau Komodo, Pulau Rincah, Pulau Seraya Besar, Pulau Seraya Kecil, Pulau Bidadari dan Pulau Longgos.
Luas wilayah Kabupaten Manggarai Barat adalah 9.450 km² yang terdiri
dari wilayah daratan seluas 2.947,50 km² dan wilayah lautan 7.052,97
km².
Kecamatan
Kecamatan di Manggarai Barat, yaitu: Kategori ini memiliki 5 subkategori berikut, dari total 5.
- Komodo, Manggarai Barat
- Kuwus, Manggarai Barat
- Lembor, Manggarai Barat
- Macang Pacar, Manggarai Barat
Potensi pariwisata Kabupaten Manggarai Barat, Nusa Tenggara
Timur, ingatan orang pasti tertuju kepada Pulau Komodo dengan satwa
endemiknya biawak komodo (Varanus komodoensis Ouwens). Reptilia raksasa
yang dalam bahasa setempat disebut ora ini memang sudah jadi ikon
pariwisata Manggarai Barat, bahkan Nusa Tenggara Timur secara umum.
Makanya, tidak berlebihan bila ada yang mengklaim bahwa perjalanan
wisata ke Nusa Tenggara Timur belum lengkap jika tidak menjejak pulau
tandus yang dikelilingi bentangan laut biru berarus garang. Begitu
langka dan melengendanya biawak komodo itu sehingga satwa yang hanya
hidup bebas di hamparan padang sabana nan gersang Pulau Komodo, Pulau
Rinca dan Pulau Gilimotang ini mendapat julukan mentereng Warisan Alam
Dunia yang wajib dilestarikan.Meskipun hampir seluruh pengelola kebun binatang ternama di belahan
dunia berlomba-lomba melengkapi koleksinya dengan raksasa yang diyakini
hidup sejak zaman pleistosin ini sebagai magnet untuk mendongkrak angka
kunjungan ke kebun binatangnya, namun eksotisme komodo yang hidup di
habitat alaminya ini jelas tak mungkin tertandingi. Apabila wisatawan
beruntung, mereka akan bisa melihat langsung betapa agresifnya satwa ini
menangkap mangsanya seperti rusa, babi hutan, kerbau dan kuda liar,
mecabik-cabik daging dengan gigi-giginya yang setajam belati lantas
menyantapnya hingga tandas. Bukan hanya kegarangan yang bisa direkam
wisatawan dari sosok satwa yang seringkali diidentikkan dengan naga yang
hidup dalam mitologi-mitologi kuno. Gerakan komodo yang ritmis saat
menjelajah hamparan padang sabana dan hutan juga menjanjikan daya pukau
yang luar biasa. Ada kesan denyut kehidupan pariwisata Manggarai Barat
sangat tergantung dari keberadaan satwa komodo ini. Padahal, potensi
wisata yang dimiliki daerah yang baru sekitar satu setengah tahun
ditetapkan sebagai kabupaten tersendiri (pemekaran Kabupaten
Manggarai-red) ini sangat luar biasa.
Berdasarkan data yang dipaparkan Kepala Bappeda Manggarai Barat Rafael
Harhad kepada rombongan pengusaha travel agent yang dipimpin Commercial
Ditertor Germania Trisila (GT) Air (maskapai penerbangan yang melayani
rute Denpasar-Labuan Bajo pp-red) Jhon Lantang, kabupaten yang berlokasi
di ujung barat Pulau Flores ini memiliki puluhan objek wisata dan
atraksi wisata menarik. Sayang, keterbatasan kemampuan keuangan daerah
memaksa objek dan atraksi wisata itu masih “menggigil kedinginan”
menanti kehadiran wisatawan. Padahal, dengan sedikit saja polesan “gincu
pariwisata,” potensi-potensi yang ada itu sejatinya sangat layak dijual
kepada wisatawan mancanegara maupun domestik. Realitasnya memang
seperti itu. Objek dan atraksi wisata itu belum sepenuhnya bisa dijual
kepada turis. “Objek wisata yang secara rutin dikunjungi wisatawan baru
sebatas Pulau Komodo dan Pulau Rinca dengan wisata komodonya,” kata
Rafael Harhad bernada pasrah. Rafael Harhad menambahkan, puluhan objek
dan atraksi wisata itu tersebar merata di empat kecamatan yang ada di
Kabupaten Manggarai Barat. Perbendaharaan objek wisata terkaya berada di
Kecamatan Komodo yang juga merupakan jantung Manggarai Barat dengan
pusat kotanya di Labuan Bajo.
Eksotik
Mayoritas dari objek wisata itu mengandalkan panorama alam yang eksotik,
bentang laut dengan hamparan pasir putih yang bersih, keindahan alam
bawah laut yang memukau dengan spesies terumbu karang dan ikan hiasnya,
goa alam, air terjun hingga danau berkadar belereng. Barisan panjang
aset wisata Manggarai Barat itu makin disempurnakan dengan keberadaan
fosil-fosil kayu yang membatu yang bisa ditemukan di sejumlah desa di
Kecamatan Warloka serta bangunan benteng-benteng perang yang bisa
dijumpai di sejumlah desa di Kecamatan Lembor. Manggarai Barat juga
sangat tepat dikunjungi oleh para wisatawan pecinta burung. “Di sini
bisa dijumpai ratusan spesies burung di mana beberapa jenis di antaranya
bersifat endemik atau hanya bisa ditemukan di Pulau Flores saja,”
katanya berpromosi.
Dari deretan panjang potensi wisata itu, kata dia, ternyata hanya
segelintir saja yang sudah terekspos ke permukaan seperti Pulau Komodo
dan Pulau Rinca. Juga Pantai Merah dengan bentang pantainya yang
berpasir merah dan taman lautnya serta pantai Lasa dan Pulau Bidadari
yang juga mengandalkan keindahan taman lautnya. Sementara keberadaan
objek-objek wisata lainnya nyaris tak terdengar alias tidak banyak
dijamah oleh wisatawan mancanegara maupun domestik. Dengan kata lain,
Pemkab Manggarai Barat dan masyarakat setempat belum mampu menangguk
berkah pariwisata itu secara optimal. Pendek kata, gemerincing dolar
yang dibelanjakan wisatawan di kabupaten yang baru menata pusat
pemerintahannya ini memang sangat jauh dari kesan riuh. Bahkan, bisa
disebut sunyi senyap. Ini tantangan besar bagi Pemkab Manggarai Barat
untuk memperkenalkan objek-objek wisata itu kepada para pelaku
pariwisata seperti pengusaha travel agent dan guide yang masih mau
menyempatkan diri ke sini untuk membawa tamunya. “Kami memang menyimpan
mimpi suatu saat Manggarai Barat bisa seperti Bali. Paling tidak,
wisatawan mancanegara jadi tahu bahwa selain Bali masih ada sorga lain
di Indonesia. Dan, sorga itu adalah Manggarai Barat,” katanya dengan
tatapan menerawang.
Menjelajah Perut Bumi Penjelasan Kepala Bappeda Manggarai Barat Rafael
Harhad itu jelas bukan propaganda pariwisata bohong belaka. Bali Post
yang ikut bergabung ke dalam rombongan Educational Tour ke Labuan Bajo
yang difasilitasi pihak GT Air itu sempat terbengong-bengong menikmati
keindahan perut bumi Batu Cermin. Goa alam yang jaraknya hanya sekitar
dua kilometer dari pusat ibu kota Labuan Bajo ini ternyata menyimpan
keindahan yang tidak bisa dilukiskan dengan kata-kata. Di dalam goa
sepanjang sekitar 200 meter yang memiliki banyak lorong itu, dipenuhi
dengan aneka rupa stalagtit dan stalagmit yang masih terpelihara dengan
baik. Daya pukau lain dari goa alam ini, di sejumlah bagian goa menempel
fosil terumbu karang dan satwa penyu yang telah membatu yang menandakan
bahwa goa ini merupakan bagian palung laut pada zaman lampau. Sedangkan
penamaan Batu Cermin itu sendiri, barangkali diambil dari keberadaan
sejumlah stalaktit dan staglamit yang memancarkan sinar berkilauan bak
kristal jika tertimpa lampu senter. “Sungguh indah sekali.
Karena banyak batu-batuan di sini memantulkan sinar berkilauan, maka goa
ini dinamai Batu Cermin. Penamaan yang sangat praktis,” ujar pemandu
wisata Gabriel Bambo yang memandu kami menjelajah perut bumi itu.
Ternyata, kecantikan Batu Cermin yang sangat luar biasa itu belum
mendatangkan kontribusi apa-apa bagi Pemkab Manggarai Barat maupun warga
di sekitarnya. Pasalnya, pemerintah setempat belum memungut retribusi
alias objek wisata ini masih bisa dinikmati secara cuma-cuma oleh para
wisatawan. Andai saja goa seperti ini ada di Bali, berapa dolar yang
akan mengalir deras ke kantong pemkab setiap harinya. “Seumur-umur, saya
belum pernah melihat goa alam seindah ini,” kata salah seorang
pengusaha travel agent dari Bali yang ikut rombongan Educational Tour
itu.
Sebuah pernyataan yang murni lahir dari rasa kekaguman yang sangat.
Ternyata, Batu Cermin bukan satu-satunya goa alam mempesona yang
dimiliki Manggarai Barat. Di luar itu, masih ada goa alam Batu Susun,
Liang Dara dan Liang Rodak yang semuanya berlokasi di Kecamatan Komodo.
Serupa dengan Batu Cermin, pesona keempat goa alam itu dijamin mampu
menaut hati para wisatawan yang maniak menjelajah kedalaman perut bumi.
“Karena keterbatasan struktur-infrastruktur, khususnya akses jalan
menuju objek wisata itu, potensi wisata yang kami miliki seolah-olah
masih tertidur pulas. Jangankan dikunjungi wisatawan, nama objek itu
saja belum sampai ke telinga mereka. Manggarai Barat memang bukan Bali
yang begitu pesat perkembangan sektor kepariwisataannya,” kata Gabriel
Bambo dengan nada getir. Salah satu potensi wisata Manggarai Barat yang
juga layak dikedepankan adalah Danau Sano Nggoang yang berlokasi di
Kecamatan Sano Nggoang.
Danau yang tercipta akibat letusan gunung berapi
ini (danau vulkanik-red) memiliki kadar belerang yang tinggi. Di sini,
juga terdapat sumber air panas yang menurut versi Kepala Bappeda Rafael
Harhad suhunya mencapai lebih dari 60 derajat Celcius. Makanya,
masyarakat setempat biasa memanfaatkan sumber air itu merebus telur.
Di samping memiliki panorama alam yang sangat indah, di tengah danau ini
juga menyembul daratan yang tidak kalah indahnya dengan Pulau Samosir
di Danau Toba. Kelebihan lainnya, kawasan danau ini juga dihuni berbagai
jenis burung di mana beberapa di antaranya merupakan jenis burung
migran dari Benua Australia. Sayang, perlu perjuangan berat bagi
wisatawan untuk menikmati keindahan Dana Sano Nggoang itu. Jalan akses
menuju danau itu boleh dibilang sangat jauh dari kesan layak karena
tidak bisa dijelajahi kendaraan umum biasa. “Kami memang sangat miskin
infrastruktur. Ini kendala terberat kami dalam membangun sektor
kepariwisataan di sini,” kata Rafael Harhad jujur. (int)Sanonggoang, Manggarai Barat
sumber : wikipedia