KabupatenNagekeo adalah kabupaten
di provinsi Nusa Tenggara Timur, Indonesia berdasarkan UU No. 2 tahun 2007.
Peresmiannya dilakukan tanggal 22 Mei 2007 oleh Penjabat Mendagri Widodo A.S.
dan Drs. Elias Djo ditunjuk sebagai penjabat bupati.
Pusat pemerintaha Kabupaten
Nagekeo berlokasi di Mbay. Luas wilayah 1.386 km2 persegi dan berpenduduk
110.147 jiwa.
Kabupaten Nagekeo untuk saat ini
secara administratif terdiri dari 7 kecamatan, yaitu:
·
Aesesa
·
Aesesa Selatan
·
Boawae
·
Mauponggo
·
Nangaroro
·
Keo Tengah
·
Wolowae
Wilayah kecamatan ini terdiri
atas 90 desa dan kelurahan.
Dasar hukum
DPR telah menyetujui Rancangan
Undang-Undangnya pada 8 Desember 2006. Kabupaten Nagekeo adalah 1 dari 16
kabupaten/kota baru yang dimekarkan pada 2006. Dengan dasar Undang-Undang Nomor
2 Tahun 2007, yang ditetapkan pada tanggal 22 Mei 2007 tentang Pembentukan
Kabupaten Nagekeo sebagai daerah otonom.
Letak geografis
Secara geografis kabupaten
Nagekeo terletak pada koordinat 121˚.10'.48 - 121˚24'.4 Bujur Timur dan
8˚.26'15'- 8˚40'0 Lintang Selatan. Luas wilayah Kabupaten Nagekeo adalah
1.416,96 km2. Batas administrasi Kabupaten Nagekeo:
Utara
Laut Flores
Selatan
Laut Sawu
Barat
Kabupaten
Ngada
Timur
Kabupaten Ende
Sejarah
gunung-ebulobo_1Penelusuran
terhadap sejarah pemerintahan dan komunitas Nagekeo, dapat ditemui sejak
masuknya pemerintah Hindia-Belanda sekitar 1909. Walaupun sebelumnya terdapat
tata pemerintahan/ administrasi pemerintahan tradisional (berdasarkan hukum adat),
akan tetapi catatan valid dalam bentuk naskah akademik tentu tidak mudah
ditemukan.
Kecuali melalui suatu penelitian
sejarah yang mendalam, terpadu dan komprehensif. Hal tersebut karena, tradisi
lisan (dalam kajian antropologis) lebih merupakan ciri yang paling menonjol
dalam komunitas masyarakat Nagekeo. Gregory Forth (2004), mengedit hasil studi
Louis Fontijne dari suatu wilayah kolonial di Indonesia Timur dengan judul:
Guardians of the Land in Kelimado. Philipus Tule (2004), Longing for the House of
God Dwelling in the House of the Ancestors: Local Belief, Christianity, and
Islam among the Kẻo of Central Flores. Naskah yang disebutkan terakhir ini,
merupakan hasil studi antropologis yang mendeskripsikan fenomena komunitas
masyarakat ditinjau dari beberapa perspektif seperti etnografis, struktur
kekuasaan tradisional, sistem perkawinan dan hubungan antar agama (Katolik dan
Islam) pada Secondary Sub-district Udi Worowatu, yang merupakan bagian dari
Sub-district Kẻo. Walaupun demikian, studi-studi tersebut yang cenderung
merupakan studi antropologis, mendeskripsikan sejarah pemerintahan Nagekẻo
sangat terbatas.
Otoritas dan administrasi
Pemerintahan Hindia Belanda, diperkirakan baru terbentuk di wilayah Ngada
antara tahun 1908 – 1909. Dietrich (Tule, 2004) menyatakan bahwa sampai dengan
tahun 1907 wilayah Ngada, belum menjadi otoritas administrasi pemerintahan
Hindia Belanda. Dalam periode 1909 – 1950, afdeeling Flores terbagi ke dalam
limaonderafdeeling yang mencakup 9 keswaprajaan (self-governing domains).
Kelima onderafdeeling dimaksud adalah: Flores Timur (Swapraja: Adonara dan
Larantuka), Maumere(Swapraja: Sikka), Ende (Swapraja: Ende dan Lio), Ngadha
(Swapraja: Nagekeo, Bajawa dan Riung), Manggarai (Swapraja: Manggarai).
Onderafdeeling Ngadha terbagi ke dalam enam wilayah subdistrik yaitu: Ngadha,
Riung, Tado, Turing, Nage dan Keo.
Gagasan untuk menggabungkan
Swapraja Nage dan Keo, mengemuka dalam pertemuan antara pemerintah Hindia
Belanda dengan Raja Boawae Roga Ngole dan Raja Keo Muwa Tunga di Boawae tanggal
18 April 1917. Akan tetapi gagasan tersebut tidak dapat direalisasikan. Ide
untuk menggabungkan dua keswaprajaan, baru dapat direalisasikan setelah
meninggalnya Raja Keo: Muwa Tunga yang digantikan oleh saudaranya: Goa Tunga
(Tule, 2004; Forth, 1994b, citing Hamilton, 1918). Di Boawae, juga terjadi
regenerasi kepemimpinan raja dari Roga Ngole kepada putranya Joseph Juwa Dobe
(Forth, 2004). Joseph Juwa Dobe, dilantik menjadi raja pada tanggal 26 Januari
1931, sekaligus sebagai simbol penggabungan swapraja Nage dan Keo menjadi
Swapraja Nagekeo. Dengan demikian, sejak tahun 1931 onderafdeeling Ngadha
mencakup 3 swapraja yaitu: Nagekeo, Ngadha dan Riung.
puulundu-kampung-di-kaki-gunung_1Dalam
periode 1950 -1958, tidak terdapat perubahan substansif dari struktur lembaga
pemerintahan. Berdasarkan UU no. 64 tahun 1958 Provinsi Nusa Tenggara dipecah
menjadi Daerah Swatantra Tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara
Timur. Daerah Tingkat I NTT meliputi daerah Flores, Sumba dan Timor. Melalui UU
nomor 69/1958 tentang pembentukan daerah-daerah tingkat II dalam wilayah daerah
tingkat I Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur, maka daerah
swatantra NTT dibagi menjadi 12 daerah Swatantra Tingkat II yaitu: Sumba Barat,
Sumba Timur, Manggarai, Ngada, Ende, Sikka, Flores Timur, Alor, Kupang, Timor
Tengah Selatan, Timor Tengah Utara dan Belu.
Pembentukan kecamatan pada
masing-masing kabupaten di Provinsi Nusa Tenggara Timur ditetapkan pada tanggal
28 Pebruari 1962. Melalui Surat Keputusan Gubernur Kdh. Tk I NTT No. Pem. 66/
1/ 2 tentang pembentukan 64 kecamatan dalam Provinsi Nusa Tenggara Timur.
Kabupaten Ngada mencakup 6 Kecamatan, yaitu: Ngadha Utara, Ngadha Selatan, Nage
Utara, Nage Tangah, Keo dan Kecamatan Riung. Pada tahun 1963 dikeluarkan Keputusan
Gubernur Kepala Drh. Tk. I NTT No. Pem. 66/ I/ 2 tanggal 20 Mei 1963 tentang
pemekaran Kecamatan Keo menjadi Kecamatan Mauponggo (yang merupakan wilayah Keo
Barat) dan Kecamatan Nangaroro (yang merupakan wilayah Keo Timur). Melalui
keputusan tersebut, Nama Kecamatan di Kabupaten Ngada diubah sebagai berikut:
Kecamatan Ngada Utara menjadi Kecamatan Bajawa; Kecamatan Ngaha Selatan menjadi
Kecamatan Aimere; Kecamatan Nage Tengah menjadi Kecamatan Boawae; Kecamatan
Nage Utara menjadi Kecamatan Aesesa; Kecamatan Keo menjadi Kecamatan Mauponggo
dan Kecamatan Nangaroro.
Pertengahan dekade 1990-2000,
agenda pemindahan ibukota Kabupaten Ngada dari Bajawa ke Mbay, mencapai
puncaknya dengan diterbitkannya Peraturan Pemerintah nomor 65 tahun 1996, yang
menetapkan Ibukota Kabupaten Ngada yang baru yaitu Mbay. Ide dan gagasan
tersebut menjadi kekuatan dengan sebelumnya (1994) Mbay ditetapkan
sebagaiKawasan Pengembangan Ekonomi Terpadu(Kapet). Pergantian kepemimpinan
Kepala Daerah (Bupati) Ngada pada tahun 2000 dari Drs. Johanes S. Aoh ke Ir.
Albertus Nong Botha, mengakibatkan dua agenda besar yaitu pemanfaatan kebijakan
nasional Kapet Mbay dan pemindahan ibukota Kabupaten Ngada ke Mbay, mengalami
masa pasang surut.
Masa pasang surut tersebut, yang
secara substansif menjadi argumen dan latar belakang lahirnya gagasan
perjuangan pembentukan Kabupaten Nagekeo sebagai pemekaran Kabupaten Ngada.
Pada tahun 2002, Kabupaten Ngada telah mencakup 14 wilayah kecamatan yaitu:
Aimere, Ngada Bawa, Bajawa, Golewa, Jerebu’u, So’a, Riung, Riung Barat, Aesesa,
Nangaroro, Boawae, Mauponggo, Wolowae, dan Keo Tengah. Bertepatan dengan
pengresmian Nagekeo sebagai suatu daerah otonom baru (Kabupaten), 22 Mei 2007,
lingkup wilayahnya, mencakup 7 kecamatan yaitu: Aesesa, Aesesa Selatan, Nangaroro,
Boawae, Mauponggo, Wolowae, dan Keo Tengah
atraksi-budaya-menanam-padi
Kabupaten ini terletak di bagian
utara Pulau Flores dengan ibukota terletak di Mbay dan berbatasan dengan
Kabupaten Ende di sebelah timur dan Kabupaten Ngada di sebelah barat. Kota Mbay
terhubung melalui jalur transportasi sedaratan Flores dari ujung timur Pulau
Flores di Larantuka sampai ke ujung barat Pulau Flores di Labuan Bajo. Untuk
mencapai Kabupaten Nagekeo, anda dapat menggunakan transportasi laut di
Pelabuhan Aimere di Kabupaten Ngada atau Pelabuhan Ipi di Kabupaten Ende.
Melalui transportasi udara, kabupaten ini belum memiliki Bandar udara, tetapi
anda dapat melalui Bandar Udara Soa di Bajawa atau Bandar Udara H. Hasan
Aroeboesman di Ende.
Setelah itu, anda harus melanjutkan
perjalanan menggunakan transportasi darat.Terdapat beberapa piihan transportasi
darat dari Bajawa atau Ende ke Mbay dengan menggunakan jasa travel atau bis
antar kota dalam provinsi (AKDP) dengan biaya sekitar Rp 50.000.
Di Nagekeo, juga terdapat pelabuhan
ASDP di Mbay tepatnya di Desa Maropokot. Pelabuhan ini dapat dengan mudah
dijangkau dengan kendaraan pribadi maupun kendaraan umum. Selain itu dapat
menggunakan jasa ojek dengan biasa Rp 10.000 – Rp 20.000.
Kendati sebagai daerah baru,
Nagekeo merupakan sebuah kabupaten yang memiliki begitu banyak potensi wisata
baik alam, budaya dan bahari. Pesona pantai EnaGera di Mauponggo merupakan satu
dari sekian pantai yang berdayatarik wisata. Nagekeo juga memiliki sumber Mata
Air panas di kecamatan Aesesa yang menjadi destinasi yang sangat digemari para
pengunjung. Sumber air panas selain sebagai tempat rekreasi tetapi juga sarana
pengobatan bagi pengunjung yang bermasalah dengan penyakit kulit dan lain
sebagainya. Sarana wisata lainnya adalah Bendungan Sutami yang terletak didalam
kota Mbay yang selama ini bermanfaat untuk mengairi wilayah persawahan
Danga-Mbay. Dengan design yang menarik dan letaknya dalam kota maka lokasi ini
bisa jadi sebuah tempat wisata lokal.
Kabupaten Nagekeo juga dikenal
sebagai daerah yang kaya akan kesenian daerah. Potensi kesenian daerah yang
dimiliki berupa berbagai jenis tarian dan atraksi kesenian khas daerah seperti
Todagu, Tea Eku, Dalata, Goe-goe, Iki Mea, tinju adat Ethu dan sebagainya. Ada
juga beberapa hasil kerajinan tangan (tenun) daerah seperti Ragi Mbay, Hoba
Nage dan lain-lain yang bisa menjadi souvernier bagi wisatawan yang berkunjung
ke Nagekeo.
Pusat pemerintaha Kabupaten Nagekeo berlokasi di Mbay. Luas wilayah 1.386 km2 persegi dan berpenduduk 110.147 jiwa.
Kabupaten ini terletak di bagian utara Pulau Flores dengan ibukota terletak di Mbay dan berbatasan dengan Kabupaten Ende di sebelah timur dan Kabupaten Ngada di sebelah barat. Kota Mbay terhubung melalui jalur transportasi sedaratan Flores dari ujung timur Pulau Flores di Larantuka sampai ke ujung barat Pulau Flores di Labuan Bajo. Untuk mencapai Kabupaten Nagekeo, anda dapat menggunakan transportasi laut di Pelabuhan Aimere di Kabupaten Ngada atau Pelabuhan Ipi di Kabupaten Ende. Melalui transportasi udara, kabupaten ini belum memiliki Bandar udara, tetapi anda dapat melalui Bandar Udara Soa di Bajawa atau Bandar Udara H. Hasan Aroeboesman di Ende.